![]() |
Getah pohon yang dimanfaatkan kelompok masyarakat sekitar TNGHS bisa raih keuntungan |
Kepala Balai TNGHS Ahmad Munawir menyatakan telah memfasilitasi sebanyak 6 kelompok masyarakat penyadap getah di sekitar TNGHS untuk tetap melakukan mata pencahariannya menyadap getah Pinus/Damar berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku, melalui kerja sama kemitraan konservasi pemberian akses pemungutan HHBK.
"Keenam kelompok masyarakat tersebut, yaitu 2 (dua) kelompok pemungut getah Pinus di Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTNW) I Lebak serta 1 (satu) kelompok pemungut Kopal dan 3 (tiga) kelompok pemungut getah Pinus di SPTNW III Sukabumi. Selain itu, terdapat 4 (empat) kelompok pemungut getah Pinus serta 1 (satu) kelompok pemungut daun Pohpohan (bahan lalapan) yang saat ini sedang diproses verifikasi kerja samanya di SPTNW II Bogor," ujar Ahmad Munawir.
Dengan pemberian akses pemungutan getah di TNGHS ini sangat membantu peningkatan penghasilan masyarakat, yang umumnya merupakan petani lahan sempit ataupun buruh tani. Mata pencaharian sebagai pemungut HHBK menjadi pelengkap kegiatan pertanian yang dapat memberi penghasilan yang relatif stabil dan berkesinambungan setiap bulannya. Terlebih saat pandemi Covid-19 ini pun, kegiatan pemungutan dan penjualan masih tetap berjalan.
Pada 2019, Balai TNGHS buat aturan pemungutan HHBK secara lestari bagi setiap kelompok masyarakat. Dari informasi petugas di lapangan, tiap bulannya secara keseluruhan dihasilkan sekitar 1,2 ton Kopal dan 3,6 ton getah Pinus. Dari pengumpulan getah tersebut, kelompok masyarakat raih hasil penjualan sekitar Rp. 38 juta/bulan untuk 63 (enam puluh tiga) orang penyadap. Namun, sekitar 15-25% dari hasil penjualan ini disisihkan untuk melaksanakan beberapa kegiatan, seperti penanaman pohon, patroli pengamanan partisipatif hingga bantuan sosial kepada anggota masyarakat tidak mampu di desa sekitar. Jadi, penghasilan bersih masyarakat dari hasil penyadapan getah berkisar Rp. 300.000-Rp. 800.000 tiap orang per bulan (dh).